Dalam pewayangan, Gunungan adalah figur khusus berbentuk gambar gunung. Di dalam gunung tersebut terlihat ornamen rumit namun indah. Ornamen itu, tentu saja, tidak hanya berfungsi untuk keindahan, namun memiliki makna sombolik di dalamnya.
Segala pernak-pernik dalam pertunjukan wayang itu memiliki makna-makna simbolik yang filosofis. Demikian pula dengan gunungan. Dalam khazanah budaya Jawa, "gunungan" itu asal katanya adalah "gegunungan" yang menggambarkan sangkan paraning dumadi alias "asal mulanya hidup". Gunungan juga disebut kayon. Kayon ini dalam bahasa Kawi memiliki arti “kayun” atau “kehendak.
Bentuk gunungan yang mengerucut (lancip) melambangkan kehidupan manusia. Semakin tinggi ilmu dan bertambah usia kita, kita hendaknya semakin mengerucut untuk menuju yang di atas yaitu Tuhan.
Gunungan merupakan lambang alam. Gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang menggambarkan proses bercampurnya benda-benda atau berbagai anasir untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya. Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta atau lima zat yakni: Banu (sinar-udara-setan), Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).
Ornamen yang ada di gunungan pada umumnya beserta artinya adalah:
- Gapura dan dua penjaga (Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto). Ini adalah perlambang hati manusia yang memiliki dua sisi yaitu baik dan buruk. Tameng dan godho (gada) yang mereka pegang dapat dimaknai sebagai penjaga alam gelap dan terang.
- Hutan (pohon) dan binatang adalah lambang dari berbagai sifat dan tabiat manusia.
- Pohon yang tumbuh menjalar ke seluruh badan dan ke puncak melambangkan segala budi-daya dan perilaku manusia yang harus tumbuh dan bergerak maju sehingga bisa bermanfaat serta mewarnai dunia dan alam semesta. Dalam pepatah Jawa: Urip iku obah, Obaho sing ngarah-arah. Hidup itu bergerak. Bergeraklah secara terarah.
- Pohon juga melambangkan bahwa Tuhan memberi pengayoman dan perlindungan bagi manusia yang hidup di dunia ini.
- Burung melambangkan manusia harus membuat dunia dan alam semesta menjadi indah dalam hal spiritual maupun material.
- Banteng melambangkan manusia harus kuat, lincah, ulet dan tangguh.
- Kera melambangkan manusia harus mampu memilih dan memilah antara baik-buruk, manis-pahit seperti halnya kera pintar memilih buah yang baik, matang dan manis. Diharapkan kita manusia selalu bertindak yang baik dan tepat (bener tur pener). Ada pula yang memaknai kera sebagai perlambang ketangkasan dalam kehidupan yang belum tentu menjamin terkabulnya suatu keinginan. Kera merupakan binatang yang dapat menampilkan keuletan dalam menempuh kehidupan.
- Harimau melambangkan manusia harus menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan harus mampu bertindak bijaksana dan mengendalikan nafsu serta hati nurani untuk menjadi yang lebih baik dan maju. Bila manusia tidak mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan tidak mampu mengendalikan diri sendiri, akibatnya akan fatal dan semua akan hancur musnah seperti halnya gunungan wayang bila dibalik akan menjadi berwarna merah menyala (terbakar). Harimau juga merupakan lambang keindahan yang disertai gengsi atau kewibawaan dalam ketangguhan menghadapi lawannya.
- Kepala raksasa melambangkan manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sifat rakus, jahat seperti setan.
- Ilu-ilu banaspati (jin atau setan) pada bagian belakang gunungan melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat dapat mengancam keselamatan manusia.
- Samudra melambangkan pikiran manusia.
- Rumah joglo (gapuran) melambangkan suatu rumah atau negara yang memiliki kehidupan yang aman, tenteram, dan bahagia.
Sebelum wayang dimainkan, gunungan ditancapkan di tengah-tengah layar, condong sedikit ke kanan yang berarti bahwa lakon wayang belum dimulai, bagaikan dunia yang belum beriwayat. Setelah dimainkan, Gunungan dicabut, dijajarkan di sebelah kanan.
Gunungan dipakai sebagai tanda akan bergantinya lakon/tahapan cerita. Untuk itu gunungan ditancapkan di tengah-tengah condong ke kiri. Selain itu gunungan digunakan juga untuk melambangkan api atau angin. Dalam hal ini sisi gunungan dibalik, di sebaliknya hanya terdapat cat merah-merah, dan warna inilah yang melambangkan api.
Gunungan juga dipergunakan untuk melambangkan hutan rimba, dan dimainkan pada waktu adegan rampogan, tentara yang siap siaga dengan bermacam senjata. Dalam hal ini Gunungan bisa berperan sebagai tanah, hutan rimba, jalanan dan sebagainya, yakni mengikuti dialog dari dalang. Setelah lakon selesai, Gunungan ditancapkan lagi di tengah-tengah layar, melambangkan bahwa cerita sudah tamat. []
*** Disarikan dari berbagai sumber
Posting Komentar
Posting Komentar